Menghitung Umur Media Cetak di Era Digital

- 26 Januari 2023, 18:05 WIB
Media cetak yang dulunya primadona, kini makin minim pembaca, seiring hadirnya media online di era digital.
Media cetak yang dulunya primadona, kini makin minim pembaca, seiring hadirnya media online di era digital. /Diskominfo Kota Bandung.

KEPRI POST - Di era digitalisasi sekarang, media cetak yang dahulu pernah menjadi primadona pada abad ke-20 untuk memenuhi kebutuhan informasi sudah mulai ditinggalkan oleh banyak orang.

Hal itu dikarenakan kehadiran media online yang membuat perubahan terhadap masyarakat. Masyarakat mulai beralih dari media cetak ke media online dengan berbagai alasan. Tolak ukur ini dapat dilihat dari banyaknya pengguna internet di Indonesia yang tinggi.

Pada laporan bertajuk Profil Internet Indonesia 2022, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan jumlah penduduk Indonesia yang telah terkoneksi dengan internet pada kurun 2021 sampai 2022 mencapai 210 juta orang.

Pada laporan tersebut 98,02 persen masyarakat menggunakan internet untuk mengakses media sosial sedangkan untuk mengakses berita atau informasi di angka 92,21 persen.

Baca Juga: Bagaimana Cara Mudah Menulis Esai? Simak Ulasan Berikut Ini!

Berbeda kalau penulis melihat konsumsi terhadap media cetak, dari Survei Nielsen Consumer dan Media pada tahun 2017 kebiasaan membaca orang Indonesia mengalami pergeseran. Tingkat pembelian koran hanya 20% dibandingkan tahun 2013 dengan angka 28 persen.

Survei itu juga menunjukkan jika media cetak menjadi pilihan kelima untuk mengakses informasi. Dengan urutan pertama ialah televisi, iklan di jalanan, internet, dan radio.

Lantas, apakah media cetak akan tetap hidup atau tersingkir secara perlahan oleh media online?

Sejarah Media Cetak di Indonesia

Menurut Suranto (2010) media cetak adalah segala barang cetak yang dipergunakan sebagai sarana penyampaian pesan.

Menurut sejarahnya, media cetak tidak dapat dilepaskan dari peran Johannes Gutenberg pada tahun 1455 sebagai orang pertama yang menggunakan mesin cetak dengan model baja yang dapat bergerak. Johannes Gutenberg pertama kali mencetak Bible yang selanjutnya mendorong produksi pencetakan buku.

Setelah penemuan Johann Gutenberg, ditemukan mesin tik. Penemuan mesin tik ini membuat perkembangan media cetak dari masa ke masa terus mengalami perkembangan untuk menyampaikan informasi melalui pers.

Baca Juga: Museum Raja Ali Haji, Dari Astaka Jadi Destinasi Wisata Sejarah Batam

Di Indonesia sendiri media cetak dimulai sejak masa kolonial yaitu pada tahun 1744 yang dimulai dengan terbitnya surat kabar pertama yaitu Bataviasche Nouvelles. Surat kabar ini hanya bertahan selama dua tahun.

Pada saat itu. surat kabar hanya terbatas penggunaannya yaitu sebagai administrasi dan sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda.

Bahasa yang digunakan pada saat itu yaitu bahasa Belanda. Adapun hal yang menjadi isi dari surat kabar tersebut hanya seputar pemerintahan kolonial. Hal-hal yang berhubungan dengan keadaan masyarakat pribumi tidak akan diunggah pada surat kabar tersebut.

Pada 7 September 1931 pemerintah kolonial melahirkan persbreidel ordonantie tentang pemberhentian penerbitan pers di awal abad ke-20.

Baca Juga: Ronaldo Dapat Rating Buruk Usai Bermain di Liga Arab Saudi

Aturan ini berlaku bagi surat kabar yang isinya membahayakan pemerintahan Hindia-Belanda. Hal ini terjadi karena pada masa itu pers menjadi alat propaganda masyarakat Indonesia untuk memberikan kabar mengenai perjuangan mereka.

Selanjutnya, Indonesia mengalami perubahan pemerintahan dari Belanda ke pemerintahan Jepang. Jepang sendiri mengelola surat kabar untuk dijadikan sebagai sarana pemberitahuan mengenai perang Jepang dengan Sekutu.

Pada saat itu terdapat lima surat kabar berbahasa Jepang diantaranya Jawa Shimbun. Tidak hanya surat kabar berbahasa Jepang terbit pula surat kabar berbahasa Indonesia, misalnya Asia Raya, Pembangoenan, Sinar Baroe, Pewarta Perniagaan, dan lain-lain.

Selanjutnya pers tetap berkembang pasca kemerdekaan di era orde lama. Pada saat ini surat kabar mengalami peralihan fungsi dari surat kabar perjuangan menjadi surat kabar sekadar sarana partai politik.

Baca Juga: Tak Hanya Cipung Haji Oka, Ini 6 Kosakata Ala Bocil Lotek yang Viral di Media Sosial

Pada masa ini juga terbit aturan penerbitan surat kabar. Setiap media cetak wajib mendapatkan SIT (Surat Izin Terbit). Peraturan ini terus berlanjut sampai munculnya orde baru dan terbitnya UU No. 11/1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok surat kabar.

Indonesia sendiri mempunyai salah satu wartawan yang mewarnai pers Indonesia. Raden Mas Tirtohadisuryo dianggap sebagai wartawan indonesia pertama sekaligus pengusaha dengan surat kabar bernama Medan Priayi pada tahun 1907. Setelah kemerdekaan indonesia pada tahun 1984 sudah ada 120 surat kabar dengan bahasa Belanda, Cina, dan Indonesia.

Sejarah Media Online di Indonesia

Media Online dimulai dari perkembangan World Wide Web (WWW) yang diciptakan oleh Tim Berners-Lee pada 1989. Pada tahun 1993, University of Florida meluncurkan laman web pertamanya pada bidang jurnalisme.

Kemudian, pada Januari 1994, Palo Alto Weekly menjadi media cetak (surat kabar) pertama yang merambah ke media online. Kemudian pada 1995 telah tercatat adanya 150 surat kabar yang diterbitkan sebagai media online pada World Wide Web (WWW).

Peningkatan yang pesat ini terjadi dikarenakan media konvensional berlomba-lomba masuk ke dalam ranah media online untuk menghindari menjadi media yang tertinggal dalam revolusi informasi (Elmer-Dewitt, 1995).

Baca Juga: Cara Iklan Efektif di Media Sosial, Simak 5 Tips Ngiklan Anti Boncos Ini

Pada tahun 1990 surat kabar Amerika Utara mulai menggunakan internet sebagai bagian jurnalisme. Chicago Online menjadi koran pertama di Amerika sedangkan pada tahun 1992 Universitas Florida juga merilis website di bidang Jurnalisme.

Media online pertama di Indonesia yang tercatat pertama hadir di internet adalah Republika Online dengan situs www.republika.co.id yang pertama kali rilis pada 17 Agustus 1994, Harian Republika terbit satu tahun berikutnya.

Kemudian, Tempointeraktif.com lahir pada 1996 setelah majalah Tempo dibredel oleh pemerintah Orde Baru pada 1994. Tak lama, mulai muncul banyak media konvensional yang meluncurkan situs webnya seperti Bisnis Indonesia pada September 1996 dan Kompas Online pada 22 Agustus 1997.

Pada tahun 1920, media cetak sebagai surat kabar memberikan berita kepada khalayak secara bersamaan.

Perbandingan Media Cetak dan Online

Media cetak memiliki karakteristik berbeda dengan media online, dari segi fisik saja sudah tampak jelas di antara keduanya. Belum lagi ditambah dari fleksibilitas dan biaya yang membuat media cetak perlahan ditinggalkan.

Media cetak berbentuk fisik memiliki daya tahan dibanding media online. Pasalnya hasil cetakan dari media cetak adalah permanen sehingga pembaca bisa mengulang-ulang kembali bacaannya sampai pembaca mengerti.

Kemudian kelebihan lain adalah periodisasi terbit yang berkala dapat membuat pembaca memperoleh informasi secara berkesinambungan dan berkala.

Baca Juga: Link Twibbon Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2022 Gratis, Cocok Meriahkan Hakteknas ke Media Sosial  

Sedangkan media online tidak berbentuk fisik yang harus kita akses melalui laman internet dengan kuota. Dari sisi kelengkapan informasi, media cetak jelas lebih lengkap dibanding media online karena struktur media cetak lebih banyak dibanding media online.

Namun, media cetak memiliki banyak kelemahan dibanding media yakni lambat dan tidak langsung. Media cetak membutuhkan waktu untuk mencetak dan mendistribusikannya, sehingga membuat adanya keterlambatan informasi bagi pembacanya.

Media online berbanding terbalik dengan cepat mampu dan langsung diakses oleh pengguna nya tanpa menunggu waktu yang lama seperti media cetak.

Selanjutnya adalah unsur fleksibilitas, jelas media cetak sangat tidak fleksibel ketika kita hendak membacanya dibandingkan media online yang fleksibel dan mudah untuk diakses.

Baca Juga: Tiga Tahun PRMN Bersama dan Bermakna, Action, Action, dan Action

Media cetak memang memiliki banyak kekurangan dibandingkan media online, bahkan untuk dari segi harga saja kita sebagai pembaca sudah bisa menilai kalau membeli sebuah koran untuk mendapatkan informasi mahal rasanya dibandingkan hanya mengakses situs atau portal media online dengan satu klik di internet.

Namun, apakah dengan perubahan ke arah digitalisasi kita harus meninggalkan media cetak karena alasan-alasan dan perbandingan di atas?

Jika dilihat dari pembacanya, memang media cetak dewasa ini sering dibaca oleh kalangan-kalangan yang jarang atau belum paham mengakses internet. Tetapi, ada juga beberapa orang yang masih menggunakan media cetak karena beberapa alasan tertentu.

Kecepatan arus informasi dalam media online terkadang mempengaruhi ketepatan, mungkin itu menjadi alasan beberapa orang yang masih menjadi pembaca media cetak.

Baca Juga: Sambut Audiensi PRMN, KPU Harap Media Arus Utama Tangkal Hoaks di Medsos

Sering kita temui media online yang melampirkan fakta atau data yang tak lengkap karena ingin mengedepankan faktor kecepatan dibanding ketepatan. Bukan berarti media online itu tidak valid, tapi memang terkadang faktanya seperti itu.

Belum lagi, maraknya berita-berita hoax meramaikan wajah media online yang kadang tak bisa dibendung, produk jurnalistik yang belum bisa dikatakan bermutu, dan pertumbuhan ekosistem media yang bukan murni menjalankan fungsinya dengan baik melainkan hanya mementingkan komersialisasi semata untuk sebuah keuntungan.

Bukan berarti media cetak tidak seperti itu. Tak ada yang salah di antara keduanya, entah itu media cetak maupun media online. Justru, hal yang salah ketika kita meninggalkan media cetak karena tak punya alasan pasti dan hanya mengikuti arus digitalisasi.

Agar media cetak dapat bertahan hal umum yang dapat dilakukan biasanya adalah memotong biaya produksi dan meningkatkan pemasukan.

Namun, dari sudut pandang penulis, media cetak juga harus melakukan terobosan lainnya seperti mengisi memperbarui tampilan halaman media cetak agar lebih menarik, mengangkat topik yang lebih disukai kaum milenial dan menarik hingga menyusun strategi promosi.

Kesimpulan

Media cetak merupakan salah satu sarana menyampaikan informasi melalui surat kabar di Indonesia. Media cetak di Indonesia sendiri mempunyai sejarah yang panjang sampai akhirnya muncul media online.

Media online mempunyai fungsi yang sama dalam dunia surat kabar Indonesia, tetapi mempunyai alat penyebaran informasi yang berbeda. Media cetak memanfaatkan kertas sedangkan media online memanfaatkan jaringan internet untuk sampai ke pembacanya.

Biarpun begitu, eksistensi media online di era digitalisasi menurut penulis tidak akan menghentikan media cetak untuk tetap tumbuh dan hidup.

Baca Juga: 7 Tempat Wisata di Tanjungpinang yang Lagi Hits dan Unik, Ada Gonggong hingga Patung Seribu Wajah

Di balik kelebihan dan kekurangan media cetak karena media cetak punya daya tarik tersendiri oleh pembacanya. Baik itu dari segi fisiknya, ciri khasnya, atau bahkan produk konten yang mempunyai perbedaan tersendiri.

Ketepatan informasi di media cetak mungkin harus diakui selangkah lebih tinggi dibanding media online yang terkenal dengan kecepatan up to date nya. Apakah itu media cetak maupun media online keduanya mempunyai peran yang sebagai media untuk menyampaikan informasi

Memilih untuk membaca media online atau media cetak ada di tangan pembacanya masing-masing. Penulis berharap agar memandang keduanya secara subjektif dan rasional bukan hanya soal suka atau tidak suka. Hal ini kembali lagi kepada pilihan di tangan pembaca sebagai bagian dari keberlangsungan ekosistem keduanya.***

Ikuti Selengkapnya Artikel Kami di Google News

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x