Malam-malam Warga Rempang Batam Salat Hajat Berjamaah di Jembatan 4 Barelang

- 7 September 2023, 07:33 WIB
Ilustrasi warga Rempang Batam menggelar salat hajat berjamaah di Jembatan 4 Barelang menolak relokasi atau penggusuran.
Ilustrasi warga Rempang Batam menggelar salat hajat berjamaah di Jembatan 4 Barelang menolak relokasi atau penggusuran. /Antara/Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

KEPRI POST - Ratusan warga Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang menunaikan salat hajat berjamaah di sekitar Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Selasa 5 September 2023 malam.

Salat hajat berjamaah ini dilakukan warga untuk memohon perlindungan dari Allah SWT atas perjuangan warga yang menolak penggusuran atau relokasi kampung tua. Penggusuran yang akan dilakukan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi itu mengancam warga yang tinggal di 16 kampung adat di Rempang Batam, dampak dari pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City.

Juru bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang-Galang Suardi mengatakan bahwa salat hajat berjamaah ini bertujuan untuk berdoa kepada Allah agar masyarakat tidak digusur.

Baca Juga: Kecewa Kebijakan Rudi Gusur Warga Rempang, Pemuda Melayu Minta BP Batam Dibubarkan

"Kekuatan tertinggi adalah Allah dan kita bermunajat kepada Allah," ujarnya.

Rempang Eco City adalah proyek yang menjadikan sepenuhnya Pulau Rempang dan sebagian Pulau Galang sebagai kawasan industri, perdagangan, dan kawasan wisata yang terintegrasi. Akhir bulan lalu, Rempang Eco City baru saja ditetapkan sebagai salah satu proyek strategis nasional (PSN).

Masyarakat adat yang terdampak proyek Rempang Eco City diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa. Sampai saat ini, masyarakat masih tetap pada pendiriannya untuk menolak penggusuran atau relokasi.

Sebelumnya, Kepala BP Batam mengatakan bahwa rencana pengembangan Rempang tersebut merupakan proyek strategis nasional yang mesti terealiasi dalam waktu dekat.

Rudi mengaku sudah menyiapkan kaveling seluas 500 meter persegi untuk masyarakat yang memiliki rumah di atas Areal Penggunaan Lain (APL) dan bersedia direlokasi ke areal yang telah ditetapkan.

Di kaveling itu akan dibangun pula rumah dengan tipe 45. Selain itu, masyarakat juga akan mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap tanah dan rumah yang berdiri serta gratis biaya Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) selama 30 tahun.

"Jika pengembangan ini berjalan, pemerintah akan menyiapkan fasilitas untuk masyarakat. Termasuk pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pendidikan di lahan relokasi tersebut,” ujarnya.

Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang dan Galang, Gerisman Ahmad dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa warga kampung tidak menolak pembangunan, tetapi menolak direlokasi. Warga mempersilahkan pemerintah melakukan pembangunan di luar kampung-kampung warga.

"Setidaknya terdapat 16 titik kampung warga (kampung tua) di kawasan Pulau Rempang ini, kami ingin kampung-kampung itu tidak direlokasi," katanya.

Ia mengklaim warga Rempang dan Galang terdiri dari Suku Melayu, Suku Orang Laut dan Suku Orang Darat, telah bermukim di pulau setidaknya lebih dari satu abad lalu.

"Kampung-kampung ini sudah ada sejak 1834, di bawah kerajaan Riau Lingga," tegas Gerisman.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah