Keputusan bersama itu tertuang dalam surat Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2002, dan 01/MENLH/2/2002 yang ditandatangani Menperindag Rini MS Soewandi, Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, dan Meneg LH Nabiel Makarim pada 14 Februari 2002.
Alasan penghentian ekspor pasir laut adalah untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup, ekosistem, dan habitat kehidupan laut yang lebih luas akibat pengusahaan pasir laut yang tidak terkendali.
Namun kini, setelah sekitar 21 tahun lamanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru membuka keran ekspor pasir laut melalui penerbitan PP No 26 Tahun 2023.
Baca Juga: Jokowi Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti: Semoga Keputusan Ini Dibatalkan
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mencurigai adanya kepentingan empat pengusaha kakap dan sumber logistik baru memasuki tahun politik di balik terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023. Keempat pengusaha kakap itu seperti TW Group, RG Group, Has*** Group, dan Sal** Group.
"Informasi yang kami dengar, proyek topeng pendalaman alur untuk tujuan eskpor pasir laut ini ditenggarai untuk mengomodir kepentingan empat kelompok pengusaha kakap. Apalagi saat ini sudah masuk tahun politik, jadi harus pandai pandailah mencari sumber logistik baru," katanya, Kamis 25 Mei 2023.
Walhi mendesak pemerintah segera mencabut PP No 26 Tahun 2023 yang membuka ruang bagi ekspor pasir laut. Karena PP tersebut akan mempercepat, memperluas dan melanggengkan kerusakan di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang terancam tenggelam.