KEPRI POST - Perbedaan tarif antara taksi online dan Maxim di Tanjungpinang memicu konflik antar sesama driver online. DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menilai konflik sesama driver taksi online itu terjadi karena kesalahan gubernur.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Nyanyang Haris Pratamura meminta Pemprov Kepri, dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) segera menyelesaikan konflik antara driver taksi online dan Maxim di Tanjungpinang. Menurutnya, masalah ini tidak akan terjadi jika ada keputusan penyesuaian tarif taksi online dari gubernur.
"Kami berharap Dinas Perhubungan Kepri menyelesaikan permasalahan antara sopir taxi online dengan operator Maxim dalam waktu dekat," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) pekan lalu.
Baca Juga: 90 Taksi Online Resmi Beroperasi di Bandara Hang Nadim Batam, Kolaborasi dengan Taksi Konvensional
Konflik antara driver taksi online dengan Maxim Tanjungpinang terjadi karena adanya perbedaan tarif.
Pihak taksi online memprotes rendahnya tarif minimal yang diberlakukan Maxim Tanjungpinang, yakni Rp3.500 per kilometer dengan tarif terendah Rp10.200. Padahal di Batam, tarif terendah yang diberlakukan adalah Rp12.200 dan Rp5.000 per kilometer.
Selisih harga itu berdampak pada minimnya pendapatan para sopir taksi online, karena penumpang lebih memilih pakai Maxim yang tarifnya lebih rendah.
Tarif rendah yang diberlakukan Maxim Tanjungpinang ini tidak layak, karena tidak memperhitungkan biaya BBM, service, ganti oli, dan lainnya yang dikeluarkan oleh driver.
Baca Juga: Tarif Taksi Online Bandara Disamakan Taksi Konvensional