Ombudsman Ragukan Klaim Ratusan Warga Rempang Setuju Relokasi, Ini Kata BP Batam

- 29 September 2023, 15:00 WIB
Ombudsman Provinsi Kepri meragukan klaim ratusan warga Rempang menyetujui relokasi, ini jawaban BP Batam.
Ombudsman Provinsi Kepri meragukan klaim ratusan warga Rempang menyetujui relokasi, ini jawaban BP Batam. /tangkap layar/rempang/

KEPRI POST - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menanggapi temuan Ombudsman Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terkait dengan kebenaran data relokasi warga Rempang. Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri Lagat Siadari menyebut adanya informasi yang simpang siur terhadap rencana relokasi.

Menurut Lagat, BP Batam menginformasikan ada ratusan warga yang sudah bersedia direlokasi, dari 600 kepala keluarga di tiga kampung Rempang. Namun fakta di lapangan, hanya ada 3 KK saja yang bersedia relokasi.

Lagat mengaku sudah mendatangi tiga kampung tua di Rempang yang warganya bakal direlokasi. Di kampung itu, ia mendapati tidak ada warga yang bersedia menerima tawaran relokasi dari BP Batam.

Baca Juga: Temuan Ombudsman RI Soal Rempang Eco City: BP Batam Belum Kantongi HPL, Lahan Dikuasai Masyarakat

"Tidak ada warga yang mau direlokasi, mereka menolak," ungkapnya.

Menanggapi keraguan Ombudsman Kepri, Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait menjelaskan bahwa ada 317 KK yang sudah menyetujui untuk direlokasi.

Menurutnya, data itu dapat dipertanggungjawabkan, berdasarkan hasil dari pendataan dan sosialisasi tim di lapangan.
 
"Jadi untuk yang pindah baru 3 KK, selebihnya masyarakat masih menunggu untuk mencari hunian sendiri. Ada juga warga yang sudah siap menempati hunian rumah yang disediakan oleh BP Batam," katanya.

Masih Ada Warga yang Menolak Relokasi

Sebelumnya, Ombudsman RI juga membeberkan temuannya atas tindak lanjut penanganan Rempang Eco City di Kota Batam. Di antara temuannya adalah adanya penolakan warga terhadap rencana relokasi. Warga sudah turun temurun tinggal di Rempang dan tidak ada jaminan terhadap keberlangsungan mata pencaharian mereka.

Selain itu, Ombudsman mendapati bahwa belum ada dasar hukum terkait ketersediaan anggaran, baik mengenai kompensasi untuk warga dan program secara keseluruhan. Pemko Batam juga belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua yang ada di Batam.

"Berdasarkan keterangan BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi rumah pengganti maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan dasar hukum agar program berjalan,” ujar Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro.

Baca Juga: Ombudsman Minta Pemerintah Lakukan Penegakan Hukum Agar Polusi Udara Tidak Berkepanjangan

Ia juga mengungkapkan bahwa sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau Rempang atas nama BP Batam belum terbit. Alasannya belum clean and clear, karena lahan masih dikuasai oleh masyarakat.

"Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan untuk lahan Area Penggunaan Lain (APL) telah terbit dari Menteri ATR/KBPN tertanggal 31 Maret 2023 dan akan berakhir pada 30 September 2023. Meski dapat diperpanjang dengan persetujuan Menteri ATR/BPN berdasarkan permohonan BP Batam," ujarnya.

Selain itu, Ombudsman mendapati adanya keluhan warga atas hadirnya kepolisian saat sosialisasi mengenai relokasi. Berdasarkan keterangan warga Rempang, kehadiran kepolisian bersenjata lengkap itu berdampak kepada tekanan psikis dan rasa khawatir warga.

Maka dari itu, Ombudsman meminta Pemko dan BP Batam beserta jajaran dan seluruh instansi terkait mengedepankan dialog dan musyawarah terkait rencana pengembangan proyek Rempang Eco City. Dialog dengan masyarakat serta tokoh-tokoh adat secara persuasif, tanpa mengedepankan simbol aparat keamanan.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x