Sebagian Warga Rempang Menolak Direlokasi, Ini Alasannya!

- 19 November 2023, 17:30 WIB
Ini alasan mengapa hingga kini masih ada sebagian warga Rempang menolak direlokasi, dampak pengembangan Rempang Eco City.
Ini alasan mengapa hingga kini masih ada sebagian warga Rempang menolak direlokasi, dampak pengembangan Rempang Eco City. /tangkap layar/bahlil/

KEPRI POST - Sebagian besar warga Rempang menolak direlokasi ke tempat lain, imbas dari pengembangan Rempang Eco City. Total ada 961 kepala keluarga (KK) yang akan direlokasi ke Tanjung Banon.

Wakil Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Syamsu Rizal mengakui belum semua KK yang mendaftar program relokasi. Menurutnya, mereka masih ragu dan membutuhkan kepastian terkait dengan ganti rugi dri pemerintah.

"Memang belum semua warga ikut mendaftar program relokasi. Tapi mereka bukan menolak, cuma masih ragu, butuh kepastian," ujarnya, Kamis 17 November 2023.

Baca Juga: Ungkap Aktor Rusuh Demo Rempang: Rudi Minta Sabar, Ansar Ahmad Merasa Gerah

Kepastian itu, jelas Rizal, tidak hanya menyangkut besaran uang ganti rugi dari program relokasi. Namun juga terkait dengan status tanah pengganti, termasuk sertifikatnya.

Ketua Keramat, Gerisman Ahmad juga menekankan agar pemerintah menghormati keberadaan kampung adat yang sudah ada sejak era Kerajaan Melayu Lingga.

Ia mencontohkan negara tetangga, Singapura, yang tetap melestarikan keberadaan kampung adat di tengah negara modern tersebut.

"Apa yang terjadi saat ini di Singapura perlu dicontoh. Walaupun sudah menjadi negara moderen, mereka tetap melestarikan keberadaan kampung adat, baik Melayu, Bugis, India, Arab dan Tionghoa. Rempang harusnya bisa seperti itu," katanya.

Menurut Gerisman, keberadaan dokumen kepemilikan tanah sejak zaman Belanda menunjukkan keberadaan masyarakat adat di Rempang telah lama ada. Jauh sebelum kemerdekaan dan pemerintah wajib menghormati keberadaan masyarakat adat tersebut.

Sementara itu hingga saat ini, Badan Pengusahaan (BP) Batam baru memindahkan 73 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak proyek Rempang Eco City ke lokasi relokasi sementara di Batam. Warga yang dipindahkan itu sebelumnya menempati lokasi Areal Penggunaan Lain (APL), yakni kawasan Tanjung Banon.

Data BP Batam, jumlah penduduk di Pulau Rempang sebanyak 7.512 jiwa dan tersebar di areal seluas 1.583 hektare.

Baca Juga: Wako Batam Tuding Pemprov Kepri Dalangi Kerusuhan Rempang, Gubernur Ansar Beri Tanggapan Menohok

Apa Itu Rempang Eco City?

Rempang Eco City adalah proyek yang menjadikan Pulau Rempang dan sebagian Pulau Galang sebagai kawasan industri, perdagangan, dan kawasan wisata terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian dan meningkatkan daya saing Indonesia dengan Singapura dan Malaysia.

Pemerintah sudah menjadikan pengembangan kawasan Rempang Eco City dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023.

Hal itu mengacu Peraturan Menko Perekonomian Nomor 7/2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menko Perekonomian Nomor 7/2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Peraturan ini disahkan pada 28 Agustus 2023.

Baca Juga: Pemprov Kepri Dalangi Rusuh Rempang? Wali Kota Batam Ancam Buka Semua

Dalam rangka pengembangan Rempang Eco City, Badan Pengusahaan (BP) Batam menjalin kerjasama dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) pada Rabu, 12 April 2023.

Grup Artha Graha milik Tommy Winata ini akan mengelola Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi di lahan seluas 17.000 hektare.

Nilai investasi pengembangan Rempang Eco City diperkirakan mencapai Rp381 triliun hingga tahun 2080 dengan penyerapan hingga 306.000 tenaga kerja. Nilai investasi tersebut sangat besar jika membandingkan dengan rata-rata total investasi di Batam per tahun sebesar Rp13,63 triliun.

Dengan nilai investasi yang sangat besar tersebut, ditaksir bakal memberikan eskalasi bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan warga Rempang-Galang.

Salah satu perusahaan yang akan berinvestasi di Rempang Eco City adalah Xinyi Group dari China dengan nilai investasi Rp174 triliun. Perusahaan ini akan membangun ekosistem rantai pasok industri kaca dan panel surya terbesar kedua di dunia setelah China.

Selain itu, kehadiran Xinyi diperkirakan juga bakal menarik investasi lainnya, sehingga tercipta ekosistem usaha yang berdampak bagi kawasan (multiplier effect). Investasi ini juga memberikan kesempatan bagi warga tempatan, memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan terpadu dan sukses di daerah sendiri.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x