Nelayan Sejahtera, Kedaulatan Negara di Laut Natuna Utara Makin Terjaga

- 8 Mei 2024, 21:30 WIB
Aktivitas nelayan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, menjelang berangkat menangkap ikan.
Aktivitas nelayan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, menjelang berangkat menangkap ikan. /tangkap layar/KSP/

KEPRI POST - Laut Natuna Utara di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), membutuhkan kesadaran semua pihak, termasuk nelayan dan pelaut, dalam menjaga kedaulatan di perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka bisa menjadi mitra untuk berpartisipasi mengawasi dan mengantisipasi setiap ancaman atau konflik di tengah luasnya wilayah laut serta sumber daya pengawas dan kapal patroli yang belum memadai.

Salah satu ancaman itu berasal dari aktivitas kapal asing yang melintas di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, wilayah seluas 200 mil laut dari garis dasar pantai. Tidak sedikit dari kapal asing itu melanggar jalur dan melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing).

Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri, mengungkapkan maraknya kapal ikan asing dari Vietnam, Malaysia, Thailand, China, hingga Filipina yang melakukan illegal fishing di perairan Natuna. Bahkan, kapal-kapal itu menyasar hingga di area tangkapan nelayan lokal, kurang dari 12 mil laut.

Berbekal trawl, cantrang, serta dukungan armada modern dan peralatan canggih, kapal-kapal asing jor-joran menjarah ikan yang selama ini menjadi sumber penghasilan nelayan lokal. Populasi ikan makin menyusut, terumbu karang dan ekosistem dasar laut menjadi rusak.

"Sekarang laut kita sudah tidak ada ikan lagi. Habis disapu oleh kapal-kapal Vietnam itu, terutama ikan yang menjadi target tangkapan nelayan seperti kakap merah dan kerapu," kata Hendri kepada KepriPost.com, Sabtu, 4 Mei 2024.

Hendri menceritakan kondisi sulit yang dialami para nelayan lokal dalam menangkap ikan. Sejak empat tahun terakhir, hasil tangkapan ikan menyusut drastis dan berimbas terhadap turunnya pendapatan nelayan.

Hanya mengandalkan alat tangkap sederhana, kini nelayan lokal terpaksa menangkap ikan di lokasi yang makin jauh. Nelayan yang melaut secara harian ini berangkat menjelang Subuh dan pulang menjelang malam untuk menangkap ikan jenis tongkol, kakap, hingga kerapu. Ada juga yang berkelompok dengan satu kapal terdiri dari empat orang atau lebih untuk menangkap ikan selama 5 sampai 10 hari di tengah laut.

"Karena lokasi melaut makin jauh, biaya yang dikeluarkan jadi tambah besar," katanya.

Hendri mencontohkan, untuk menangkap ikan hingga 10 hari di laut, nelayan bisa mengeluarkan biaya sampai Rp10 juta. Biaya paling banyak untuk kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), perlu sekitar tiga drum solar dengan kapasitas per drum sebanyak 200 liter.

Halaman:

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah