Ekspor Pasir Laut Ancam Kerusakan Lingkungan Kepri: Dihentikan Megawati, Dibuka Lagi oleh Jokowi

28 Mei 2023, 09:30 WIB
Ekspor pasir laut yang dihentikan di era Megawati dan dibuka lagi oleh Jokowi mengancam kerusakan lingkungan di Kepri. /tangkap layar/kepri/

KEPRI POST - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka keran ekspor pasir laut yang sempat dihentikan di era Presiden Megawati. Kebijakan Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut ini dikhawatirkan mengancam kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Sebagai daerah kepulauan dengan sekitar 96 persen wilayahnya adalah lautan, Kepri memang sangat berkepentingan untuk menolak ekspor pasir laut. Penolakan itu pernah disuarakan kepala daerah maupun masyarakat di Kepri.

 

Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Muhammad Rudi, misalnya, dalam pertemuan dengan Tim Komisi VII DPR RI di Batam pada 11 Mei 2022 dengan tegas meminta pemerintah pusat mempertimbangkan dampak lingkungan dan aktivitas ekonomi nelayan dari penambangan pasir laut.

Baca Juga: Jokowi Terbitkan Aturan Ekspor Pasir Laut, CERI Curigai Kepentingan 4 Pengusaha Kakap

"Jangan sampai aktivitas masyarakat kita yang bermata pencaharian sebagai nelayan terganggu akibat kegiatan pertambangan pasir ini. Itu yang harus kita hindari,” katanya.

Sebelumnya, Rudi juga menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang diajukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk Kota Batam. Ranperda itu membuka ruang bagi penambangan pasir laut.

 

Ia tidak menginginkan ada tambang pasir laut di wilayah Batam, karena dinilai akan merusak terumbu karang dan hilangnya mata pencaharian nelayan.

Baca Juga: Perusahaan Impor Ekspor Superkomputer Keluhkan Seringnya Batam Mati Listrik

"Seluruh Kota Batam saya minta tidak ada penambangan pasir laut," katanya.

Penolakan senada juga disuarakan Pemkab Bintan dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri yang tidak ingin penambangan pasir laut beroperasi kembali. Tidak hanya karena dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup, namun juga berimbas terhadap menurunnya pendapatan nelayan.

"Kami menolak tambang pasir laut dibuka kembali. Jangan hanya memikirkan kepentingan pengusaha, tapi nasib rakyat jadi sengsara," kata Ketua Bidang Lingkungan Hidup HNSI Kepri, Bahriadi kepada media.

Disetop di Era Megawati

 

Penghentian ekspor pasir laut dilakukan di era pemerintahan Presiden Megawati melalui Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Baca Juga: Nomor 1 Bukan Singapura atau China, Ini Negara Tujuan Ekspor Nonmigas Terbesar Kepulauan Riau (Kepri)

Keputusan bersama itu tertuang dalam surat Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2002, dan 01/MENLH/2/2002, ditandatangani Menperindag Rini MS Soewandi, Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, dan Meneg LH Nabiel Makarim pada 14 Februari 2002.

Alasan penghentian ekspor pasir laut tersebut adalah untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup, ekosistem dan habitat kehidupan laut yang lebih luas akibat pengusahaan pasir laut yang tidak terkendali.

 

Pada 28 Februari 2003, Menteri Perindustrian dan Perdagangan kembali menerbitkan keputusan penghentian ekspor laut melalui surat keputusan nomor 117/MPP/Kep/II/2003.

Baca Juga: Ekspor Biji Plastik Menurun, Ini 10 Golongan Barang Nilai Ekspor Terbesar Kepulauan Riau (Kepri) 2023

Sejak penghentian itu, ekspor pasir laut di Kepri secara besar-besaran ke Singapura mulai berkurang dan hilang. Kapal-kapal besar yang biasanya hilir mudik mengangkut pasir laut hingga 29 kali sehari, akhirnya tidak ada lagi.

Sebagai negara yang memiliki keterbatasan lahan, Singapura sangat membutuhkan untuk mendatangkan pasir laut dalam rangka proyek reklamasi. Megaproyek itu berhasil memperluas daratan negara tersebut dari 527 kilometer persegi di tahun 1976 menjadi 681,7 km2 pada tahun 2001.

 

Mengingat belum selesainya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura, era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga masih melarang ekspor pasir laut.

Baca Juga: Bukan Minyak atau Tambang, Ini Nilai Ekspor Terbesar Kepulauan Riau (Kepri) 2023

Kepentingan 4 Pengusaha Kakap Bertopeng Pendalaman Alur

Pembukaan keran ekspor pasir laut setelah 21 tahun dihentikan ini dicurigai sebagai sarana untuk mengakomodir kepentingan empat kelompok pengusaha kakap.

Kecurigaan adanya kepentingan empat kelompok pengusaha kakap dalam terbitnya aturan ekspor laut itu diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.

 

"Informasi yang kami dengar, proyek topeng pendalaman alur untuk tujuan eskpor pasir laut ini ditenggarai untuk mengomodir kepentingan empat kelompok pengusaha kakap. Apalagi saat ini sudah masuk tahun politik, jadi harus pandai pandailah mencari sumber logistik baru," katanya, Kamis 25 Mei 2023.

Baca Juga: Ini 5 Pelabuhan Utama Terbesar di Kepulauan Riau (Kepri), Volume Ekspor Nomor 1 Bukan Batu Ampar

Konon kabarnya, sambung Yusri, bisik-bisik dari sesama pengusaha pasir laut, muncul nama-nama seperti TW Group, RG Group, Has*** Group, dan Sal** Group.

"Sehingga patut diduga, kelompok inilah yang mensponsori keluarnya izin ekspor pasir laut bertopeng pendalaman alur, yang merupakan modus lama yang akan dipraktekkan kembali," katanya.

Dampak Negatif Penambangan Pasir Laut

 

Penambangan pasir laut secara besar-besaran, seperti pernah terjadi di Kepri sebelumnya, telah menyebabkan dampak negatif yang sangat serius terhadap kerusakan lingkungan hidup. Dampak lainnya adalah terancam tenggelamnya pulau-pulau kecil dan terluar di Kepri serta terganggunya kehidupan nelayan tradisional.

Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Sepakat Tak Akan Setop Ekspor Sawit ke Eropa

Berikut di antara dampak negatif dari penambangan pasir laut:

  1. Meningkatkan kekeruhan perairan yang membawa dampak buruk bagi ekosistem terumbu karang, penetrasi cahaya yang kurang, sehingga ekosistem padang lamun akan mengalami kerusakan.
  2. Menurunkan produktivitas nelayan.
  3. Menyebabkan pola arus dan gelombang berubah.
  4. Mengakibatkan abrasi di pantai.

 

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi dengan UU 1 Tahun 2014 telah melarang penambangan pasir di laut. Larangan itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (i) yang melarang penambangan pasir, jika menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.

Menimbang dampak besar dan berkepanjangan inilah, ekspor pasir laut yang dibuka lagi Presiden Jokowi dikhawatirkan bakal mengancam kerusakan lingkungan hidup di Kepri.***

Editor: Zaki Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler