Usai Komentar Masalah Rempang, Anggota DPRD Kepri Taba Iskandar Dipanggil Polisi

- 14 September 2023, 06:30 WIB
Usai komentar masalah investasi di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Anggota DPRD Kepri Taba Iskandar dipanggil polisi.
Usai komentar masalah investasi di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Anggota DPRD Kepri Taba Iskandar dipanggil polisi. /Facebook/Taba Iskandar

KEPRI POST - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Taba Iskandar memenuhi panggilan penyidik Polda Kepri terkait kepemilikan lahan di Pulau Rempang, Kota Batam, Rabu 13 September 2023. Panggilan itu hanya sehari usai ia mengomentari terkait permasalahan pengembangan investasi di Rempang, Kecamatan Galang.



Usai memenuhi panggilan polisi, Taba menjelaskan bahwa ia memberikan keterangan selama satu jam terkait dengan penyelidikan dugaan pidana pencegahan dan pemberantasan perusahakan hutan. Menurutnya, lahan yang ia miliki di Rempang, masuk hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) Badan Pengusahaan (BP) Batam, sehingga perlu pendataan ulang.

"Saya ditanya tentang penggarapan lahan dan saya juga bilang kalau saya memiliki kebun kecil di sana," ujar Anggota DPRD Kepri tersebut.

Baca Juga: 43 Diamankan, 34 Jadi Tersangka Ricuh Demo Rempang di BP Batam

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepri, Kombes Pol Nasriadi membenarkan pemanggilan Taba Iskandar. Menurutnya, pemanggilan untuk mengklarifikasi kepemilikan lahan mantan Ketua DPRD Batam periode 2000-2004 tersebut di Rempang.

“Benar, saudara Taba dipanggil untuk klarifikasi tentang pemilikan lahan miliknya di Rempang, karena tugas Ditreskrimsus untuk mendata semua kegiatan usaha, baik perusahaan maupun perorangan," ujarnya.

Taba diketahui memiliki lahan perkebunan seluas dua hektare di Sembulang, Kecamatan Galang. Ia tidak mempermasalahkan jika akhirnya harus menyerahkan lahan yang ia dapat dari kepala desa yang terlilit hutang dan sudah ia garap hampir 20 tahun itu kepada negara.

"Saya kan bukan penduduk Rempang, berarti kan saya tidak mempunyai hak di lahan itu, makanya saya datang. Kalau negara membutuhkan, silakan," katanya.



Sebelumnya, Taba menjelaskan bahwa proyek Rempang yang kini bermasalah dengan warga bukan proyek lanjutan dari 2004 silam. Saat itu ia menjabat sebagai Ketua DPRD Batam dan menandatangani kerjasama dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) untuk mengelola Rempang sebagai proyek Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE).

"Pernyataan Kepala BP Batam yang menyebutkan bahwa proyek ini sudah mulai sejak 2002, itu hal yang berbeda. Waktu itu saya menjabat sebagai Ketua DPRD Batam 2000-2004, tidak sama dengan yang sekarang, seakan-akan ini hanya meneruskan," katanya.

Baca Juga: Dukung Pengembangan Rempang, Ansar Ahmad Ajak Waspadai Upaya Memecah Belah Masyarakat Kepri

Menurut Taba, saat itu kerjasama ditandatangani oleh BP Batam dan Pemko Batam dengan PT MEG. Sementara DPRD Batam hanya memberikan rekomendasikan agar investasi di sana dibuka, dengan landasan Perda Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif.

Semua kegiatan hiburan malam dan kawasan perjudian yang ada di Batam bakal dipindahkan ke Rempang. Itupun lokasinya berada di Rempang Laut yang pulaunya terpisah dari darat.



Namun karena status lahan itu HPL-nya belum ke BP maupun Pemko Batam, alokasi lahan itu tidak bisa dilakukan, hingga muncul istilah status quo yang dikuatkan oleh Kepres.

"Artinya, tidak boleh BP atau Pemko Batam, jadi masih tanah negara, ada hutan lindung dan lainnya," katanya.

Baca Juga: KAHMI Kepri Desak Jokowi Tinjau Ulang Investasi di Rempang dan Bebaskan Warga Ditahan

Persoalan Rempang memicu gejolak hingga terjadi bentrok antara warga dengan petugas gabungan. Bentrok itu terjadi saat petugas hendak melakukan pengamanan pematokan lahan dan dalam aksi demo di Kantor BP Batam.

Aksi di Kantor BP Batam pada Senin, 11 September 2023 tersebut awalnya berlangsung damai. Ribuan warga Melayu dari berbagai daerah di Batam ikut turun menyuarakan penolakan atas rencana penggusuran terhadap warga Rempang.



Selain warga Melayu di Batam, aksi itu juga diikuti warga Melayu dari daerah lain, seperti Karimun, Tanjungpinang, Bintan, Meranti, Riau, hingga Kalimantan.

Dalam orasinya, warga Melayu dengan tegas menolak penggusuran 16 kampung tua di Rempang, Kecamatan Galang. Mereka juga mendesak kepolisian membongkar posko terpadu di Rempang dan menghentikan intimidasi serta kekerasan terhadap warga.

Warga Melayu juga meminta kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan penggusuran 16 kampung tua dan mencopot Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam. Terakhir, warga meminta pihak kepolisian membebaskan tujuh warga Rempang yang ditahan tanpa syarat.

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi sempat menemui para pendemo dan menegaskan bahwa tuntutan pendemo di luar dari kewenangannya, sehingga ia tidak bisa memenuhi apa yang menjadi permintaan warga.



Usai Rudi menemui massa, beberapa saat kemudian situasi berubah memanas. Sekelompok warga terlihat mulai melempari Kantor BP Batam dari arah samping dengan batu dan kayu.

Lemparan itu membuat sebagian kaca Kantor BP Batam pecah berserakan. Pagar besi Kantor BP Batam juga jebol dan di beberapa titik pagar tampak bolong.

Tidak hanya itu, massa juga menghujani petugas polisi dengan batu bata yang menyebabkan beberapa polisi dan pegawai BP Batam terluka.

Dari 43 orang yang diamankan dalam ricuh demo Rempang di Kantor BP Batam, kepolisian menetapkan 34 orang di antaranya sebagai tersangka.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x