Belajar dari Gulung Tikarnya Startup Busana Indonesia Shopious, Gagal Saing Dengan E-Commerce Bakar Duit

11 Agustus 2022, 16:10 WIB
/istimewa

KEPRI POST - Tidak semua perusahaan startup di Indonesia bisa berakhir ke level Unicorn, apalagi IPO.

Persaingan ketat antar startup membuat sebagian besar usaha rintisan terpaksa harus gulung tikar.

Salah satu contoh perusahaan rintisan yang gagal dalam bersaing dengan perusahaan rintisan lainnya di Indonesia adalah Shopious.

Baca Juga: Mengenal Berbagai Bidang Startup di Indonesia Beserta Contohnya

Dilansir Kepri Post dari jurnal berjudul Urgensi Regulasi Khusus tentang Perusahaan Rintisan (Startup) dalam Rangka Pengembangan Ekosistem Perusahaan Rintisan di Indonesia ada beberapa sebab tutupnya Shopious.

Perusahaan rintisan yang bergerak di bidang busana dengan model bisnis sebagai marketplace fashion C2C oleh Aditya Herlambang pada 2013.

Secara garis besar, arah kegiatan bisnis Shopious adalah untuk menyalurkan para penjual di Instagram untuk mengiklankan barangnya di Shopious.

Dimana ketika seorang penjual telah terdaftar sebagai member Shopious maka barangnya akan secara otomatis masuk dan dipromosikan melalui Shopious.

Baca Juga: Mau Bikin Startup? Ini Pilihan Bentuk Badan Usaha Perusahaan Rintisan

Namun perusahaan ini hanya mampu bertahan selama 3 (tiga) tahun hingga 2016 Shopious memutuskan untuk tutup permanen.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan gagalnya perusahaan ini, mulai dari pendanaan hingga iklim persaingan perusahaan rintisan di Indonesia.

Faktor kegagalan tersebut lebih lanjut dijelaskan yaitu sebagai berikut:

Pertama, biaya akuisisi yang semakin tinggi. Sistem yang diterapkan Shopious kepada pengguna/pelanggannya yaitu berupa skema berbayar, di mana pelanggan membayarkan sejumlah biaya berlangganan kepada Shopious.

Dengan demikian Shopious juga harus meningkatkan angka penjualan para pelanggannya yang merupakan penjual di Instagram, agar biaya yang telah dibayarkan sepadan dengan peningkatan angka penjualan yang diterima.

Baca Juga: 5 Tahapan Wajib Yang Harus Dilewati Founder Startup, Kamu Sudah Sampai Mana?

Dari dana yang diterima oleh Shopious dari pelanggannya kemudian digunakan seluruhnya untuk menarik calon pembeli ke situs mereka.

Akan tetapi hal tersebut kemudian terkendala ketika terjadi peningkatan biaya marketing seperti SEO, SEM, Facebook Ads, SMS blast, dan lain-lain yang hanya dapat digunakan oleh perusahaan rintisan dengan pendanaan besar.

Kedua, pengalaman belanja yang buruk oleh dropshipper. Dalam praktiknya, menurut Aditya, banyak penjual yang tidak menyetok barang yang mereka jual, dan justru berperan sebagai dropshipper. Penjual mengambil dari distributor atau penyuplai.

Hal ini kemudian menyebabkan efek leher botol dalam interaksi antara penjual dengan pembeli, sebab penjual harus mengecek stok kepada penyuplai terlebih dahulu ketika terdapat seorang pembeli, dan proses tersebut memakan waktu cukup lama sehingga calon pembeli kemudian kehilangan minat.

Baca Juga: 4 Fakta Budaya Kerja di Startup dan Perusahaan Teknologi

Kendala ini kemudian membuat Shopious kesulitan dalam melacak dan mengatasinya. Sebab transaksi tersebut dilakukan oleh penjual dan pembeli secara langsung.

Ketiga, kompetisi dengan perusahaan rintisan yang bermodal lebih besar. Pendanaan merupakan aspek yang penting untuk dipersiapkan dalam mendirikan suatu perusahaan.

Tujuan awal dari pendirian Shopious ialah untuk membuat bisnis yang mampu menciptakan keuntungan berkelanjutan. Namun terdapat kebutuhan akan biaya yang besar untuk menarik traffic ke dalam platform Shopious.

Di satu sisi, pendanaan yang dimiliki oleh Shopious juga terbatas. Meskipun masih terdapat sejumlah dana yang dimiliki untuk mempertahankan perusahaannya, dan juga dukungan dari minat ratusan penjual yang ingin berlangganan jasa Shopious.

Baca Juga: 90 Persen Startup Gagal, Ini Peran Penting Inkubator Bisnis Untuk Mencegahnya

Akan tetapi kendala besar dalam hal ini adalah persaingan dengan pelaku bisnis lainnya yang dapat dikatakan tidak takut untuk “membakar uang”.

Tren persaingan antar perusahaan rintisan kemudian menjadikan siapa yang paling banyak dan berani untuk memberikan subsidi dalam bentuk diskon, pembebasan biaya pengiriman, menurunkan harga, kupon, dan lain-lainnya, menjadi lebih bertahan.

Berkaca dari permasalahan di atas, terlihat bahwa beberapa penyebab kegagalan Shopious berpangkal kepada persoalan permodalan. Salah satu karakteristik perusahaan rintisan adalah karakteristik finansial di mana pendanaan perusahaan rintisan berasal dari tabungan pribadi pendiri perusahaan atau kerabat dari pendiri perusahaan.

Hal ini juga berkaitan dengan karakteristik organisasi perusahaan rintisan yang berskala kecil dan berusia dini.

Baca Juga: Prediksi Industri Teknologi Indonesia ke depan dan Transformasi Digital Dunia Kerja

Posisi Shopious di antara perusahaan rintisan lainnya memang tergolong lebih muda, jika disandingkan dengan, misalnya, Tokopedia yang telah berdiri sejak 17 Agustus 2009 dan Bukalapak pada 10 Januari 2010.

Apabila ditinjau dari segi tingkatan perusahaan rintisan, maka kemungkinan besar Shopious tengah berada pada tingkatan cockroach.

Hal ini karena karakteristik dari perusahaan rintisan dengan tingkat cockroach adalah perusahaan baru saja dirintis dan memiliki motivasi yang besar dalam berupaya mempertahankan perusahaannya.

Sebagaimana Shopious berupaya mempertahankan perusahaannya melalui dana yang diperoleh dari pelanggan yang menggunakan jasa Shopious.

Baca Juga: Daftar Skill Utama yang Dibutuhkan Industri Digital, Simak Cara Menguasainya

Akan tetapi, upaya tersebut ternyata belum cukup untuk mempertahankan perusahaan di tengah persaingan yang begitu ketat, terutama iklim persaingan yang disebut-sebut “berani membakar uang”.

Menghadapi persoalan tersebut, maka perusahaan dalam tingkat cockroach perlu menarik angel investor untuk menjadi pemodal pada tahap awal suatu perusahaan rintisan didirikan agar dapat berkembang dan bersaing dengan perusahaan rintisan lainnya.

Apabila Shopious telah berada pada tingkat ponies juga masih berhadapan dengan persoalan investor. Akan tetapi, pada tingkatan tersebut perusahaan rintisan dinilai telah berhasil mempertahankan perusahaan.

Baca Juga: Pemerintah Akan Bina 150 startup founders Baru di Batam dan Pekanbaru Menjadi Unicorn

Sehingga terdapat kemungkinan untuk meningkatkan valuasi, agar investor menjadi lebih tertarik untuk menanamkan modalnya di perusahaan rintisan tersebut.

Itulah tantangan yang harus dihadapi startup atau perusahaan rintisan di Indonesia agar dapat terus eksis dan berkembang.

Semoga bermanfaat.***

Editor: Danisa

Tags

Terkini

Terpopuler