Ada juga modus mark-up atau menggelembungkan dana pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Membuat laporan palsu, seperti pembelian alat prasarana sekolah dengan kuitansi palsu atau pengadaan alat fiktif.
"Bahkan ada juga kepala sekolah yang memakai dana BOS untuk kepentingan pribadi," ujar Lambok dikutip dari berita Antara.
Lambok menjelaskan, dana BOS adalah program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk membantu sekolah-sekolah di Indonesia supaya dapat melaksanakan kegiatan belajar yang lebih baik bagi siswa.
Pencairan dana BOS ini terbagi dalam dua jenis, yakni dana BOS reguler dan dana BOS kinerja.
Baca Juga: Ansar dan Marlin Makin Terbelah, Dipicu Aktivitas di Sekolah
Dana BOS reguler merupakan dana untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.
Sedangkan dana BOS kinerja adalah dana bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang memiliki kinerja baik sebagai sekolah berprestasi dan sekolah yang ditetapkan sebagai pelaksana program sekolah penggerak.
Menurut Lambok, pada tahun 2021 total alokasi dana BOS di seluruh Indonesia mencapai Rp52,5 triliun untuk 216.662 sekolah penerima.
"Jumlah sebesar itu yang rawan diselewengkan dan menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi, baik dari faktor internal maupun eksternal," ujarnya.***