Konsep APPL Kepri Lebih Matang dari KKP, CERI Ajak Publik Gugat PP 26 Tahun 2023 Jika Tidak Direvisi

- 7 Juni 2023, 19:15 WIB
Konsep APPL Kepri lebih matang dari KKP, CERI ajak publik gugat PP 26 Tahun 2023 jika tidak ada revisi.
Konsep APPL Kepri lebih matang dari KKP, CERI ajak publik gugat PP 26 Tahun 2023 jika tidak ada revisi. /tangkap layar/CERI/

KEPRI POST - Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) angkat bicara terkait materi dialog 'Ekspor Pasir Laut Jadi Kemelut' di salah satu televisi pada Selasa, 6 Juni 2023 malam. Dialog itu menghadirkan Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) Kepulauan Riau (Kepri) Herry Tousa, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Menoppo, dan Wartawan Senior Kontan Titis Sudirna.

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengatakan, dialog tersebut membuka perspektif terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

 

Menurut Yusri, jika membandingkan dengan konsep jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terlihat jelas bahwa APPL Kepri memiliki konsep yang lebih matang dan detail.

Baca Juga: Jokowi Terbitkan Aturan Ekspor Pasir Laut, CERI Curigai Kepentingan 4 Pengusaha Kakap

"Konsep yang dipaparkan Herry Tousa sebagai Ketua APPL Kepri jelas sudah mengacu pada beberapa undang-undang, mulai dari Undang-Undang Kelautan, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Tata Ruang, dan Undang-Undang Otonomi Daerah," ungkapnya, Rabu 7 Juni 2023.

Yusri menilai sikap APPL yang meminta pemerintah tidak perlu terburu-buru mencabut moratorium ekspor pasir laut, sudah benar. Sayangnya, KKP tidak mengakomodir kepentingan semuanya itu.

"Silahkan baca isi Pasal 3 ayat b PP 26/2023, bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan adalah yang dikecualikan dalam pengelolaan hasil sedimentasi ini," katanya.

Baca Juga: Ekspor Pasir Laut Ancam Kerusakan Lingkungan Kepri: Dihentikan Megawati, Dibuka Lagi oleh Jokowi

 

Jadi menurut Yusri, produk PP Nomor 26 Tahun 2023 telah mengabaikan banyak UU terkait, sehingga harus direvisi. Jika tidak, ia akan mengajak publik untuk menggugat peraturan tersebut.

"Jika tidak, kami akan mengajak banyak elemen yang merasa dirugikan untuk menggugat produk PP Nomor 26 Tahun 2023 tersebut ke Makamah Agung," katanya.

Baca Juga: Jokowi Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti: Semoga Keputusan Ini Dibatalkan

Yusri menerangkan, sudah benar apa yang dikatakan Hery Tousa bahwa pembersihan sedimentasi itu harus di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Jika tidak, pasir itu akan dianggap limbah. Singapura akan menolak produk limbah sebagai bahan reklamasi.

 

Hal terpenting adalah harus jelas dulu bagaimana mulai dari tahap perencanan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan terhadap pengelolaan pembersihan sedimentasi itu dapat mengurangi dampak lingkungan dan memberikan manfaat bagi penerimaan negara dan daerah.

Baca Juga: Jokowi Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Ini Langkah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri)

"Tentu hal ini menyangkut penggunaan teknologi pertambangan yang ramah lingkungan, menjual dengan sistem satu pintu di bawah kordinasi BUMN tambang ke JTC Singapore, termasuk melakukan evaluasi setiap enam bulan dan jika ada dampak negatif, maka harus segera di stop di lokasi terdampak," terangnya, mengutip pernyataan Herry.

Menurut Yusri, adanya lokasi prioritas pembersihan pasir laut hasil sedimentasi di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) merupakan konsep yang paling benar.

 

"Sebab IUP OP (Operasi Produksi) diterbitkan pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) itu tentu sudah dilengkapi dokumen Amdal yang dipersyaratkan peraturan perundang undangan," katanya.

Baca Juga: Ekspor Pasir Laut Timbulkan Kerusakan Alam, Pimpinan MPR Tolak Kebijakan Jokowi

Terpisah, Yusri juga menyatakan kekecewaan CERI atas kualitas penjelasan dari jajaran KKP sejauh ini. Ia tidak habis pikir, dalam situasi seperti saat ini, sudah menjadi polemik yang terus meruncing, tapi keterangan jajaran KKP mulai dari Menteri hingga bawahannya hanya pernyataan normatif yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh publik.

"Yang dibutuhkan publik saat ini adalah penjelasan yang masuk akal dan detail dari jajaran KKP terkait terbitnya PP 26/2023 itu, apakah sudah melalui harmonisasi antara kementerian terkait atau belum, bukan hal-hal normatif saja," katanya.

 

Sebab, kata Yusri, kebutuhan pasir laut untuk infrastruktur dan reklamasi selama ini jelas tidak membutuhkan PP Nomor 26 Tahun 2023. "Omong kosong itu, sebab kebutuhan itu sudah diokomidir semuanya oleh UU Minerba," bebernya.

Sebelumnya, APPL dalam dialog pada Selasa malam membeberkan potensi pasir laut Kepri yang sangat besar yang tidak termanfaatkan dan malah cenderung menguntungkan pihak asing yang melakukan penambangan secara ilegal.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x