Komnas HAM Sebut Ada Indikasi Pelanggaran HAM di Bentrok Rempang Eco City

- 23 September 2023, 11:00 WIB
Komnas HAM menyebut ada indikasi pelanggaran HAM saat bentrok terkait investasi Rempang Eco City.
Komnas HAM menyebut ada indikasi pelanggaran HAM saat bentrok terkait investasi Rempang Eco City. /tangkap layar/sd rempang/

KEPRI POST - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada indikasi pelanggaran HAM dalam bentrok antara warga dengan polisi terkait investasi Rempang Eco City. Bentrok itu terjadi dua kali, yakni pada 7 September di Jembatan 4 Barelang dan 11 September 2023 di Kantor BP Batam.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Saurlin P. Siagian mengungkapkan, dalam bentrok terkait investasi Rempang Eco City tersebut polisi mengamankan 42 orang. Terdiri dari 8 orang yang ditangkap pada peristiwa 7 September dan 34 orang ditangkap pada 11 September.

"Itu sudah menunjukkan indikasi kuat terjadinya pelanggaran hak, tentu kami perlu dalami fakta-faktanya, sehingga bisa membuat kesimpulan terkait gradasi pelanggaran HAM," katanya, Jumat 22 September 2023.

Baca Juga: Ini 2 Lokasi Baru untuk Warga Rempang yang Digusur Karena Proyek Rempang Eco City

Penggunaan Gas Air Mata Berlebihan

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing membeberkan dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa 7 September 2023. Di antaranya hak atas rasa aman dan bebas dari intimidasi, penggunaan kekuatan berlebihan, hingga penggunaan gas air mata yang tidak terukur sehingga menyebabkan korban.

Menurut Ulil, hak tersebut dijamin oleh Undang-Undang HAM dan Perkap Kepolisian Nomor 1 tahun 2009. Hal ini mengingat bahwa aparat dilarang melakukan kekerasan saat bertugas, kecuali untuk mencegah kejahatan.

Dugaan pelanggaran HAM lainnya adalah hak untuk memperoleh keadilan. Karena adanya pembatasan akses terhadap bantuan hukum kepada 8 tersangka yang sudah dibebaskan ketika proses penyelidikan dan penyidikan.

"Dan itu kami mendapatkan laporan juga dari masyarakat maupun kuasa hukumnya," katanya.

Baca Juga: Anggota DPR Anggap Bentrok di Rempang Batam Karena Minim Dialog

Kemudian pelanggaran terhadap hak atas tempat tinggal yang layak yang berkaitan dengan rencana relokasi. Uli menjelaskan, rencana relokasi itu berdampak langsung terhadap tempat tinggal, terutama Perkampungan Melayu Kuno di Pulau Rempang.

Ia menyebut upaya relokasi ke lokasi baru pada dasarnya tidak hanya mencederai hak atas rasa aman, namun juga mencabut hak atas tempat tinggal yang layak.

Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip terkait relokasi, terutama mengenai standar dan norma peraturan hak atas tempat tingggal yang layak. Standar-standar tersebut harus dipenuhi sebelum relokasi, mulai dari partisipasi bermakna, pendekatan buttom-up atau dari bawah ke atas alias mendengarkan aspirasi masyarakat.

Uli menyebut pendekatan yang sekarang terjadi adalah pendekatan dari atas ke bawah DAN itu telah dikonfirmasi oleh Komnas HAM.

Baca Juga: KAHMI Minta Kasus Rempang Tidak Digunakan untuk Kepentingan Politik di Pemilu 2024

Uli mengungkap bahwa pihaknya telah menemukan beberapa saksi-saksi yang menyatakan mereka tidak pernah didengar oleh BP Batam. Pendekatan yang dilakukan hanya dari atas saja, yakni dari aparat di tingkat kelurahan sampai kecamatan.

"Kemudian, hak anak, perlindungan anak, karena ada siswa SDN 24 Galang dan SMP yang terdampak gas air mata pada peristiwa 7 September. Ini juga secara visual sudah ada video-videonya dan kami sudah mewawancarai di SD 24 Galang dan SMPN 22 Galang," katanya.

Indikasi pelanggaran HAM berikutnya adalah hak atas kesehatan. Pemerintah berupaya mengosongkan puskesmas dan tenaga kesehatan di Pulau Rempang, sehingga fasilitas kesehatan tidak bisa berfungsi maksimal.

Terakhir, terkait dengan bisnis dan HAM, Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City ini akan berdampak buruk bagi masyarakat di Rempang, terutama masyarakat adat Melayu.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah