Tolak Tunda Pemilu 2024, Direktur DEEP: PN Seolah Tidak Paham Konstitusi

- 4 Maret 2023, 16:20 WIB
Ilustrasi putusan PN agar KPU tunda Pemilu 2024, Direktur DEEP menilai PN seolah tidak paham konstitusi.
Ilustrasi putusan PN agar KPU tunda Pemilu 2024, Direktur DEEP menilai PN seolah tidak paham konstitusi. /Pexels/Ektaerina Bolovstsova

KEPRI POST - Penolakan atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 terus meluas. Putusan PN tersebut juga masih terus menjadi polemik di tengah masyarakat.

Setelah sebelumnya disuarakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, kini giliran Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) yang juga menyuarakan penolakan penundaan Pemilu 2024.

Direktur DEEP, Neni Nur Hayati, menilai bahwa putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024, termasuk perbuatan melawan konstitusi.

"Sudah jelas dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 disebutkan bahwa pemilu digelar secara berkala dalam lima tahun sekali. PN seolah tidak paham konstitusi," katanya, melalui keterangan tertulis, Kamis 2 Maret 2023.

Baca Juga: Mahfud Ajak Lawan Putusan Pengadilan yang Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024

Selain itu, jelas Neni, putusan PN Jakarta Pusat juga bertentangan dengan Pasal 431 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Pasal tersebut mengatur bahwa pemilu tidak dapat dilaksanakan atau dilakukan pemilu lanjutan apabila terjadi sejumlah hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya.

"Frasa dalam UU Pemilu sudah sangat jelas bahwa pemilu hanya dapat dihentikan apabila terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya," katanya.

Neni menambahkan bahwa sengketa partai politik yang tidak lolos verifikasi administrasi pada sub-tahapan penetapan peserta Pemilu 2024, seharusnya diajukan penggugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Baca Juga: Pengadilan Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024 hingga Juli 2025, Ini Dasarnya!

"Sejak kapan PN memiliki kewenangan untuk menghentikan proses pemilu secara nasional dan dengan begitu saja mengubah jadwal pelaksanaan pemilu?" tanyanya.

Neni mengingatkan agar KPU tidak terjebak dengan putusan PN Jakarta Pusat, karena tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 harus terus berlanjut. Saat ini, tahapan pemilu sudah memasuki pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih serta verifikasi faktual bakal calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

"Putusan PN Jakarta Pusat akan membawa malapetaka untuk demokrasi ke depan dengan melanggar konstitusi. Secara prosedur, KPU memang perlu untuk mengajukan banding," katanya.

Sebelumnya, Mahfud menilai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 tidak sesuai dengan kewenangannya.

Baca Juga: DPW PKB Kepri Gelar Uji Kelayakan dan Kepatutan Bacaleg untuk Pemilu 2024

"Vonis PN Jakpus (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) ttg penundaan pemilu ke thn 2025 hrs dilawan, krn tak sesuai dgn kewenangannya," kata Mahfud melalui akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, menanggapi perintah pengadilan agar KPU menunda Pemilu 2024.

Mahfud menegaskan bahwa perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar KPU menunda tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan atau hingga Juli 2025 mendatang di luar yurisdriksi.

Bahkan, ia mengibaratkan keputusan tersebut sama dengan Peradilan Militer yang memutus kasus perceraian.

"Ini di luar yurisdiksi, sama dgn Peradilan Militer memutus kasus perceraian," tulisnya, Jumat, 3 Maret 2023.

Baca Juga: 4 Indikator Keberhasilan Pemilu dan Pilkada 2024, Jangan Tinggalkan Program Pembangunan!

Menurut Mahfud, hukum pemilu bukanlah hukum perdata. Sehingga keputusan pengadilan yang memerintahkan KPU menunda pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Hkm pemilu bkn hkm perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bhw Pemilu dilakukan setiap 5 thn," katanya.

Adapun perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada KPU untuk menunda pemilu hingga Juli 2025 itu tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan KPU sebagai tergugat. Dalam putusannya, Pengadilan mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU dan meminta KPU untuk menunda pemilu hingga Juli 2025.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” mengutip salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 2 Maret 2023.

Selain memerintahkan penundaan pemilu, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.***

Editor: Zaki Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x